23 April 2009


Sampai dengan kira-kira tahun 1930, beliau selalu berada di Purbayan membantu Romo dan hanya diberi uang untuk jajan. Setelah selesai misa beliau pulang ke Baturetno.

Pada tahun 1933 umatnya semakin bertambah bersamaan dengan Romo membuka sekolahan angka II yang merupakan sekolahan misi. Sepengetahuan beliau sekolahan misi lainnya berada di Serenan Volk School – Jamprit – Gambiranom. Dan Sekolahan Verwalkschool (kelas IV – V) yang berada di Giriwaja. Pada saat itu yang mengajar adalah Bapak Sastrosuseswa kemudian digantikan oleh Bapak Purwoatmojo.

Sejak jaman Jepang tahun 1943, beliau tidak mengajar karena banyak sekolah yang dibubarkan sehingga guru-gurunya tidak mendapatkan gaji. Verwalkschool pindah ke Baturetno, di sebelah timur lapangan Baturetno.

Pada tahun 1944, Bapak J.B. Suwardi datang mengajar kelas IV-V-VI. Lama kelamaan murid-muridnya semakin berkurang hingga hampir mencapai 50 orang murid. Keadaan tersebut berjalan sampai dengan jaman kemerdekaan R.I.

Tahun 1946, beliau datang untuk menemani Bapak J.B. Suwardi mengajar. Beliau bersama dengan Bapak J.B. Suwardi menjadi guru perjuangan karena mereka tidak menerima gaji. Murid-muridnya pun membayar uang sekolah dengan gaplek, tempe, cabe, garam, sayuran. Pada saat itu beliau membawa keluarganya 10 orang, sedangkan bapak J.B. Suwardi hanya membawa 2 orang. Beliau sangat beruntung karena setiap sore mulai jam 3 sampai jam 6 sore mengajar orang-orang Tiong Hoa .

Tahun 1947 beliau telah menjadi guru orang-orang Tiong Hoa. Beliau sangat senang karena muridnya banyak yang telah menjadi katolik. Beliau juga senang melihat murid-muridnya mempunyai keinginan yang besar untuk pergi ke gereja.
Bergabung dengan pemerintah, beliau mengajar Pamong Praja – Kepulian, Koramil, Kepala Desa. Beliau juga menolong umat Kelanjuran (Desa Playongan Glesung) mengangkut dan menarik kayu sampai rumah. Selain itu beliau dimintai tolong oleh Romo Purwodiharja Pr untuk membantu orang-orang di Desa Ciraman memperbaiki rumah-rumah yang mau rubuh.
Pada jaman paceklik, bersama dengan Pamong Praja membantu mencarikan makanan untuk saudara-saudara di Desa Talunamba. Sesudah membantu Romo Purwodiharjo, beliau mencari gaplek, beras, minyak tanah, gula pasir untuk membantu masyarakat yang membutuhkannya.

Mulai tahun 1951, beliau membuka SD Persiapan Kanisius Baturetno untuk menambah sekolahan yang sudah ada di Watuagung, Talunamba, Mengger, Ngrowa (Arjosari) kecamatan Wuryantoro. Beliau dipercaya untuk memimpin 6 SD dan hingga saat ini yang masih tersisa tinggal 1 SD saja. SD yang ada di Watuagung, Arjosari, Talun dan Mengger diserahkan kepada Negeri karena tidak bisa mendapatkan bantuan. Selain itu juga beliau merintis membuat SMP dan SVO serta membantu TK. Beliau juga membantu Wanita Katolik (WK) mendirikan koperasi untuk mencari keuntungan.

Ternyata Tuhan memberikan berkat, Kapten Siliwangi (Radenmas R.Y. Witono), seorang katolik, sedang mencari koster. Kapten tersebut bertanya di toko depan gereja (babah Singgo) dan kebetulan yang mempunyai toko mengetahui bahwa koster yang dicari adalah Bapak R.F.J. Dirdjosoemarto. Beliau sudah ditawan di Kawedanan. Lalu Kapten itu datang ke Kawedanan menanyakan mana kosternya dan tidak ada yang mengetahuinya. Kebetulan sekali sebelah beliau, Bapak Hoopschaller, mencolek beliau, lalu beliau mengacungkan tangan. Kapten tersebut mendatangi beliau dan dibawa keluar selanjutnya beliau ditanya macam-macam. Beliau lalu pulang mengambil kunci, melihat beliau pulang bersama sang Kapten, keluarga kaget, Ibu Dirdjo khawatir, nanti jangan-jangan bapakmu dibunuh. Kemudian beliau bersama dengan Kapten itu membuka dan memeriksa gereja. Kapten menanyakan kepada beliau tentang gereja itu. Pada malam harinya kapten dan ajudannya datang ke rumah beliau (timur lapangan Baturetno). Lalu ibu menghidangkan minuman dan ‘krawon thiwul’. Untungnya pada siang hari ibu Dirdjo membuat sirup ‘mrambos’. Di rumah mereka berbicara macam-macam mengenai asal-usul beliau. Tidak diduga dan juga tidak sedang bermimpi, ternyata Kapten Radenmas A.Y. Witono masih mempunyai hubungan saudara dengan beliau, dan ajudannya masih saudara ibu Dirdjo. Besoknya beliau disuruh membuka sekolah ‘Misi’ sekolah negeri namun sepi tidak ada murid yang mendaftar. Tetapi lama kelamaan banyak murid-murid yang mendaftar tetapi guru-gurunya tidak mendapatkan digaji. Ternyata Tuhan memberikan penghiburan, murid-muridnya tersebut membayar dengan gaplek, tempe, kelapa, cabe.

Menurut orang tua, tanah persawahan tidak bagus apabila digunakan untuk tempat tinggal keluarga, oleh karena itu tanah tersebut diberikan kepada Romo Schod untuk dibangun gereja. Kebetulan beliau menemukan surat persegi panjang, dengan panjang 2 dm dan lebar 7 cm yang isinya tentang Gereja Katolik Baturetno. Surat tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa jawa dengan tinta prada. Pada saat itu juga beliau menyerahkan surat tersebut kepada Romo Th. Pusposuparto, SY, yang saat ini berada di pertapaan Rawa Seneng, Temanggung. (Surat tersebut merupakan surat wasiat dari K.G.P. Mangkunegaran VII)

Beliau bersama dengan teman-temannya membentuk panitia untuk mencari dana (membuat garam ‘grojok’ di pesisir kidul). Bapak J.B. Suwardi sebagai Ketua, Bapak R.F.J. Dirdjosoemarto sebagai Sekretaris, Bapak Darmowisroyo sebagai Teknik dan sebagai pembantunya : Bapak V. Puspodarminto, Bapak Mardiwardoyo, Bapak Samadi, Bapak Sunardi dan Bapak Suwardi K.S. Glesung. ‘Stool Kapitaal’ beliau dan Bapak Darmowisroyo meminjam perlengkapan Angkatan Darat kepada Mayor Harjoko dan meminjam uang sebesar Rp 75.000 dengan perjanjian akan dilunasi dengan garam. Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan lengkap dan menyewa tanah 6 hektar. Panitia menginap di rumah Bapak Modin Blengo, Gunturarjo, Giritontro dan belajar teknik cara membuat garam dengan Bapak Darmo. Beliau bersama dengan Bapak J.B. Suwardi dan Bapak Sastrosarno datang ke Sawuga Lor, Brosot, Kulon Progo kemudian mulai mengerjakannya. Yang mengangkat air untuk mengisi waduk adalah anak perempuan sebanyak 60 orang dan hasil yang bisa diperoleh baru 7 ton garam.

Beliau bersama teman-teman dan guru-guru campuran KS Negeri membuka sekolah CVO dan kegiatan belajarnya diadakan pada sore hari. Karena tidak bisa membayar guru, kemudian sekolahan tersebut diserahkan kepada Romo A. Purwodiharja dan diberi nama SMP PGK (Persatuan Guru Katolik) lalu berubah menjadi SMP Aluisius dan terakhir bergabung dengan Kanisius Pusat di Semarang sampai sekarang.

Romo-romo yang sudah mengunjungi Stasi Baturetno adalah Romo Th. Suparto SJ, Romo Cokrowardoyo Pr, Romo Dibyoranoyo SJ, Romo Daru Wendra SJ dan Romo Purwodiharjo Pr. Sesudah kles kedua, Romo Daru Wendra SJ dan Romo A. Purwodiharjo Pr bertugas di paroki Baturetno sampai dengan bulan Oktober 1956. Kemudian dilanjutkan oleh RomoHarsosusanto, Romo Pusposugondo Pr, Romo Wigyomartoyo Pr, Romo Rusgiarto Pr dan Romo J Strummerand SJ. Sampai dengan tahun 1989, Romo J Strummerand SJ bertugas di Paroki Baturetno. Selama bertugas dibantu oleh Romo Suyitno (2 tahun), Romo Suwarno (hanya sebentar), Romo Suparno SJ (1 tahun), Romo C. Budiarto Pr (2 tahun) dan terakhir Romo Atmoharjono SJ.

Bulan November 1949, beliau bersama keluarga kembali ke Baturetno, rumah beliau sudah rusak. Kemudian beliau tinggal bersama selama 2 tahun dengan Mak Hong di Pathuk Lor Baturetno.

Tahun 1950 beliau baru menerima lagi gaji berupa uang dan anaknya bertambah (Jacobus Winarto, lahir tahun 1948)
Beliau mulai menata rumah kembali. Dengan berjalannya waktu, Romo Martowardoyo SJ, menawarkan kepada beliau untuk bekerja di gereja. Beliau setuju dan meminjam uang kepada Romo Martowardoyo SJ yang berada di Purbayan Solo untuk membeli rumah. Beliau menyicil selama 10 kali sampai lunas. Setelah luna beliau meminjam kembali untuk membeli perabotan, membuat sumur, kamar mandi dan WC.

Mulai tahun 1951, beliau pindah ke belakang gereja. Beliau bersama dengan Bapak J.B. Suwardi, Bapak Mantri Polisi PP (R. Pramanasastra) membuka sekolah SMP dengan menumpang SD II dan SMP Pegawai tanpa dipungut biaya sewa (gratis). Guru-gurunya bergotong royong dengan guru-guru negeri. Saat itu yang memegang adalah Romo A. Purwodiharjo Pr dari Purbayan Solo. Selama menjadi guru, beliau dan Bapak J.B. Suwardi tidak mendapat bayaran. Mereka berdua gotong royong agar bisa menyewa kantor. Karena tidak bisa membayar guru-guru tetap, panitia melaporkan hal tersebut kepada Romo A. Purwodiharjo, Pr.

Romo-romo yang pernah berkarya di Stasi Baturetno :
1. Memasuki kles II Romo Daruwenda, Pr
2. Berakhirnya kles II Romo Cokrowardoyo, Pr
3. Romo Dibyatanaya, SJ
4. Romo A, Purwodiharjo, Pr
5. Romo Harsosusanto, Pr
6. Romo Th. Pusposugondo, Pr
7. Romo Wignyomartoyo, Pr
8. Romo Rusgiarto, Pr
9. Romo Van Delp, SJ (hanya membantu)
10. Romo Haryadi, Pr (hanya 3 bulan)
11. Romo Hadi (hanya sebentar)
12. Romo Dibyo
13. Romo Somaadmaja, Pr (hanya sebentar)
14. Romo J. Strmmesand, SJ
15. Romo Suwarno, Pr (hanya sebentar)
16. Romo Suyitno, SJ (hampir 2 tahun)
17. Romo Suwarno (hanya 1 tahun)
18. Romo C. Budiarto (l.k. 2 tahun)
19. Romo M. Atmoharjono, SJ

Saat menyelenggarakan retret ada Romo Wignyomartoyo Pr, Romo Somaatmaja Pr, dan Romo Dibya

Sedangkan frater-frater yang pernah tugas di Stasi Baturetno :
1. Frater Wasito (keluar)
2. Frater Guntarto (keluar)
3. Frater Widarmono
4. Frater Sutikno (keluar)
5. Frater Jayasewoyo

Romo A. Purwodiharjo Pr membantu kembali sebagai Kepala Paroki Baturetno dan berhenti bertugas di Paroki Baturetno bulan Oktober 1956.
Uskup Sugiyopranoto SJ pernah menerimakan sakramen penguatan pada tahun 1948, 1950, 1952, 1954, 1956,1958, 1960 dan beliau yang melayaninya. Di Baturetno, beliau tetap menjadi koster, dulu mempunyai kebon (yang mengurus beliau sendiri, pekerjaannya membunyikan lonceng setiap pagi, jam 12 siang, jam 6 sore dan sembahyang Malaikat Allah). Beliau di Baturetno diikuti 8 ibu guru, 8 bapak guru, 2 anak dari Wonogiri dan bapak guru sekeluarga (5 orang) serta bapak Hadisukarto (pelukis) dari Wedhi Klaten.

Tahun 1959 beliau pindah ke pathuk Lor Baturetno sampai ‘ngoyot’
Mulai dipimpin Romo J. Strmmesand SJ luar biasa kemajuannya. Beliau senang sekali disuruh ikut berkeliling naik jeep dan naik motor.

Suster-suster yang pernah membantu di paroki Baturetno, yang beliau ingat adalah:
1. Sr. Borgia, Sr. Damiana, Sr. Walborga, Sr. Paulina, Sr. Magdhalena, Sr. Sepriyani, Sr. Flora, Sr. Joseva, Sr. Martina, Sr. Fransen, Sr. Cicilia, Sr. Andirjana, Sr. Widawati, Sr. Podhen,Sr. Ero, Sr. Jose, Sr. Lusiadan masih banyak lagi tapi beliau tidak ingat.
2. Suster-suster BKIA tidak ingat, tapi hanya Sr. Fransisco yang beliau ingat.
Inilah yang hanya beliau bisa tulis tentang riwayat singkat keberaadaan Gereja St. Yusuf Baturetno.


sumber :
tulisan tangan Bapak R.F.J. Dirdjosumarto dalam bahasa jawa yang dibuat pada tanggal 4 Mei 1989 yang telah diterjemahkan oleh Novie Wiranto dan Bonie Wiranto